Our Story

Kraamzorg, Pelipur Lara di Tanah Rantau

Kraamzorg akan menyambut kalian di rumah, kami sudah menelepon kantor homecare” jelas Laura nurse yang akan mengantarkan kami ke lobi bawah. Pagi itu Akhirnya kami pulang ke rumah. Meskipun nego suamiku tidak diterima untuk menambah hari di rumah sakit. “Jam 12-15 ayah ada ujian, biar bunda di rumah sakit dulu agar ada yang pantau” begitu harapan suamiku semula.

Siang itu kraamzorg datang ke rumahku. Namanya Anita. “Sepatunya boleh dibuka di luar?” Aku menyambut Anita dengan kondisi rumah berantakan. Memang sudah tradisi orang Belanda memakai sepatu ke dalam rumah. Namun bagiku tidak biasa, sedikit nego dan menjelaskannya kepada Anita. Untungnya baginya tidak masalah. Beliau juga menghargai privasi kami.

Anita menyodorkan beberapa dokumen untuk diisi. Banyak yang tidak aku pahami, seperti ID card, dokter keluarga dan lainnya. “Biar suamiku saja besok yang mengisi” ujarku. Hari ini Anita hanya sebentar di rumah. Aku sebetulnya tidak nyaman ada orang baru, apalagi suami tidak ada di rumah. Sedangkan aku butuh istirahat. “Thank you Anita, see you tomorrow” aku melepas Anita pulang.

Aku menunggu suami pulang dari kampus. Ini adalah hari terakhir ujiannya. Berharap Jumat nan penuh berkah banyak kemudahan membersamai kami. “Klek..klek” pintu kamar belakangku terbuka. Kudapati suami berdiri di depan pintu dengan coat hitam, kupluk dan sarung tangannya. Wajahnya lesu dan kedinginan. Satu setengah jam lebih awal beliau kembali pulang, aku antara cemas dan bahagia. “Assalamualaikum” ucapnya. “Waalaikumsalam, ayah udah pulang? Kok cepat?”sahutku antusias. Wajahnya menanggung beban yang berat. Kami hanya diam sesaat. “Udah ga kuat lagi, rasanya ingin pulang ke Indonesia” jawabnya kelu.

Rasa sakitku setelah melahirkan hilang sesaat, tergantikan oleh suasana sendu di rumah kami. Aku tidak tahu lagi akan mengadu kepada siapa. Aku tahu betul minggu ini adalah minggu terberat bagi suami. Pikiran dan tenaganya terbagi dan terbelah. Sementara 5 mata kuliah harus dia perjuangankan, 2 diantaranya adalah ujian ulangan. Kuartil ini kacau sekali. Benar saja 3 mata kuliah gagal kembali. Dua diantaranya retake, otomatis tahun depan suamiku harus mengikuti bangku perkuliahan lagi. Rasanya ini adalah saat-saat terberat kami di perantauan. Kondisi keluarga yang goncang, hadirnya kraamzorg sebuah kesyukuran bagiku.

Di Belanda, kraamzorg adalah pelayanan yang wajib bagi ibu postsalin. Kraamzorg adalah tenaga ahli yang akan membantu ibu selama 7-14 hari post salin. Bukan perawat atau bidan, tetapi seseorang yang sudah mendapat pelatihan dan ilmu untuk mengurus ibu & bayi. Memantau kesehatan ibu dan bayi, serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Seperti membersihkan rumah, membersihkan kamar mandi, mencuci, menyetrika dan menyiakan makanan ala Dutch sesuai kebiasaan mereka. Ya perpanjangan tangan bidan untuk memastikan kondisi ibu dan bayi baik-baik saja.

Pagi itu Anita kembali datang ke rumah. Mobil sedan putih dan seragam putihnya selalu serasi. Anita seorang yang telaten dan suka bercerita menurutku. Setiap saat ada saja hal yang dibicarakan. “Mama you can sleep for 1 hour” ujar Anita kepadaku. Anita menutup pintu kamarku dan beliau melanjutkan pekerjaannya memvakum rumah dan menyetrika pakaian. Juga menghadle si kecil jika terbangun.

Anita paham betul kondisiku saat itu, aku terlihat lelah sekali. Luka jahitan persalinanku masih sakit. Produksi asi yang berlebih sungguh menyiksaku. Tentu mengurus dua anak dengan kondisi jauh dari keluarga tidak mudah bagiku. Anita sangat konsen pada kondisi psikologisku. “Mama i know you miss your family in Indonesia” Anita selalu paham suasana hatiku. Beliau mengajarkan aku cara menyusui yang benar. Membantu hiperlaktasi yang aku alami, hingga terkadang demam menghampiriku.

Selama 7 hari Anita menemaniku di rumah, dengan durasi 3 jam per hari. Anita mengajarkanku segala hal. Sekaligus jadi penghibur di kala kebingunganku. Mengajarkan aku untuk disiplin memberi asi pada si kecil. “During the day every 3 hours and at night every 4 hours” ini yang selalu aku ingat. Tujuannya adalah untuk mensiplinkan si kecil dan aku punya waktu untuk istirahat.

Bagiku Anita seperti keluarga sendiri. Tidak ada sekat diantara kami. Aku sama sekali tidak memperlakukannya selayaknya asisten rumah tangga. Kami banyak mengobrol bagaimana tentang budayaku Indonesia dan juga profesinya lebih detail. “My job only available in Netherlands, no other countries in the world have this kind of maternity care” Anita menjelaskan dengan penuh bangga. Keberadaan Anita bagiku sangat berkesan. Sebagai pengobat rinduku pada ibu di kampung halaman. Kraamzorg hadir meringankan beban para orangtua. Belanda selain terkenal dengan tulipnya juga terkenal dengan maternity carenya.

Kini, aku merindukan Anita.

Jakarta, 31 Desember 2018

#squad 1 #day22 #30dwc #30dwcjilid16 #storytelling

43 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *